Sekilas Sejarah dan Pantun tentang Pramuka

Sebelum di Indonesia, Pramuka sebagai gerakan kepanduan berkembang di Inggris lewat pembinaan remaja oleh Lord Robert Baden Powell. Gerakan ini kemudian menyebar di negara lain termasuk Indonesia.

Gerakan kepanduan di Indonesia diawali dengan berdirinya Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian berubah menjadi Nederlands Indische Padvinders. Lantas pada 1916, S.P. Mangkunegara VII membuat organisasi kepanduan sendiri di Tanah Air tanpa campur tangan Belanda.Organisasi ini diberi nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO). Sayangnya pada masa penjajahan Jepang, aktivitas organisasi kepanduan dilarang. Baru pada September 1945, sejumlah tokoh gerakan kepanduan berkumpul dan melakukan pertemuan di Yogyakarta.

Dari hasil kongres yang dilakukan tepatnya 27-29 September 1945, terbentuklah Pandu Rakyat Indonesia. Presiden Sukarno merespon positif. Para pimpinan pandu diberi amanat untuk mengefektifkan kepanduan sebagai komponen penting pembangunan bangsa.

Selanjutnya pada 30 Juli 1961, organisasi kepanduan berkumpul di Gelora Senayan, Jakarta. Semua berikrar untuk meleburkan diri ke satu organisasi kepanduan bernama Gerakan Pramuka, Praja Muda Karana. Berikutnya tanggal ersebut diperkenalkan sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.

Hingga sampailah pada 14 Agustus 1961, secara resmi Gerakan Pramuka diperkenalkan kepada masyarakat melalui Keppres Nomor 448 Tahun 1961. Saat itu, Presiden Soekarno melantik Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas) Kwartir Nasional (Kwarnas) dan Kwartir Nasional Harian (Kwarnari). Lalu setiap 14 Agustus ditetapkan sebagai Hari Pramuka.

Wahai seluruh Pramuka di Indonesia, ini ada pantun untuk kalian.

Beli setrika yang paling panas,
pastilah dapatnya di Jalan Bendi.
Jadi Pramuka yang paling pantas,
pastilah yang tahu balas budi.

Mari teroka jangan berhenti,
jangan vakum untuk amalan.
Jadilah Pramuka yang baik hati
selalu tersenyum dengan kawan.

Tampak muka ke Tebingtinggi,
biar belia yang penting rupawan.
Kader Pramuka suka berbagi
Hati mulia bersifat dermawan.

Botol cuka simpan di peti,
harus ditaruh di dekat kendi.
Jadi Pramuka yang baik hati
Haruslah tahu membalas budi.

Balai untuk pemantun seloka,
harus segera dipakai lomba.
Wahai semua insan Pramuka,
jangan sekalipun cicip narkoba.

 

Titik Temu antara Tanggal 1 Suro dan 10 Besar

: ngablak siang
Tanggal 1 Suro atau 1 Muharram memang tak terpaut jauh dari tanggal 10 Besar atau 10 Dzulhijjah. Namun, kedua tanggal tersebut memiliki makna tersendiri dalam warisan tradisi antara masyarakat pesisir dan pedalaman Jawa. Ada yang menyederhanakannya sebagai ritual Abangan dan Putihan, meskipun sejatinya berakar panjang dan dalam. Bagaimana bisa demikian?
1 Suro menjadi sebuah tanggal yang dianggap sakral di Jawa dimulai sejak konversi penanggalan Hijriyah yang berpatok pada hitungan qamariyah dengan penanggalan Jawa yang berpatok pada hitungan syamsiyah. Tokoh yang populer di balik rekayasa tersebut adalah Sultan Agung Anyokrokusumo (w. 1645), raja Mataram Islam paling top markotop.
Perubahan itu dimulai hari Jumat Legi, tanggal 1 Sura tahun Alip 1555 bertepatan dengan tanggal 1 Muharam 1043 Hijriah, atau tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Ekspansi politik yang berbarengan dengan ekspansi budaya oleh Kerajaan Mataram membuat hampir semua wilayah di Jawa terkooptasi dengan keyakinan tersebut.
Meski demikian ada juga yang mengaitkan sakralitas tersebut dengan beberapa peristiwa suci dalam Islam terkait dengan bulan Muharram, mulai disarankannya puasa pada bulan Muharram hingga peristiwa Karbala. Pada tanggal 1 Suro, juga bulan Suro, banyak ritual dan mitos yang tercipta. Tilasnya masih bisa dilihat dalam tradisi Jawa, baik di negerigung Surakarta dan Yogyakarta maupun di wilayah lain yang masih ‘hidup’ hantu-hantu Mataramnya, baik di kawasan pedalaman maupun pesisir.
Namun, kawasan pesisir yang lebih dulu eksis dalam sejarahnya agak berseberangan dengan Mataram masih menyimpan ritualnya sendiri. Ritual sakral tidak digelar pada 1 Suro, tetapi pada 10 Dzulhijjah, yang bertepatan dengan hari raya Idul Adha atau Idul Qurban. Sisa-sisanya masih tampak pada beberapa tempat yang dulu menjadi pusat kekuasaan pesisir dan merupakan pusat awal Islamisasi di Jawa, yaitu di bawah pengaruh Giri Kedaton di Gresik, dan di bawah Kerajaan Demak Bintara di Demak.
Tak berbeda dengan 1 Suro, pada 10 Dzulhijjah juga digelar ritual jamasan pusaka dan ritual sakral lainnya. Di Lamongan, di kampung halaman, ritual jamasan pusaka Kiai Jimat, pusaka adipati Lamongan pertama yang berafiliasi ke Giri Kedaton digelar pasca Shalat Ied pada Idul Adha. Begitu pula dengan jamasan baju tambal sewu, yang diangap sebagai peninggalan Sunan Giri. Baju ini juga dikeluarkan dari kotak penyimpanan dan dibersihkan pada tanggal 10 Besar. Konon, begitu pula dengan jamasan pusaka Kiai Kalamunyeng, warisan Sunan Giri—meskipun kemudian muncul versi berbeda.
Hal yang sama berlaku untuk jamasan keris pusaka Kiai Carubuk, peninggalan Sunan Kalijaga di Demak. Begitu pula dengan jamasan Kutang Ontokusumo warisan Sunan Kalijaga, digelar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Ironisnya, kedua tokoh tersebut, yakni Sunan Giri dan Sunan Kalijaga dianggap sebagai tokoh yang menggawangi kelompok Abangan dan Putihan di Jawa.
Demikianlah. Sebuah mukadimah dari sebuah tulisan yang direncanakan panjang dan dalam. Crit!
*Mashuri, Pengamat Budaya dan Peneliti di BRIN

Pantun untuk Mulai Acara

Pantun jadi salah satu cara agar siapapun yang ada di suatu acara bisa lebih santai. Sebagai salah satu cara menghidupkan suasana, banyak yang menggunakannya di awal saat acara baru dimulai. Entah itu pembawa acara, moderator, narasumber, tokoh, atau siapapun yang terlibat. Ini ada beberapa contoh pantun pembuka acara yang bisa kamu gunakan.

Lengan kekar jadi jumawa,
usung pedang naikkan kereta.
Apa kabar kawanku semua,
Selamat datang di acara kita.

Jika maunya naik kapal selam,
tak perlu menunggu di dermaga.
Jika ada yang mengucap salam,
harap dijawab lantang dan bertenaga

Ada kawan yang ingin spa,
bisa di rumah menggunakan drum.
Assalamualaikum kawan semua,
semua wajah berhias senyum.

Adat kaum di Bukittinggi,
bawa berkah untuk semua.
Assalamualaikum selamat pagi,
semoga acara lancar jalannya.

Hendak bilas air di dulang,
ikan salai dimasak kweni.
Waktu jelas tak bisa diulang,
yuk mulai segera acara ini.

 

Lirik Lagu Cindai

Lagu Cindai dipopulerkan oleh Siti Nurhaliza penyanyi asal Malaysia dan diciptakan oleh Pak Ngah. Cindai adalah kain sutra yang berbunga-bunga. Arti lainnya dari cindai adalah sabuk dari sutra yang berbunga-bunga. Perhatikan liriknya yang sangat kental dengan rima pantun.

Cindailah mana tidak berkias, jalinnya lalu rentah beribu.
Bagailah mana hendak berhias, cerminku retak seribu.

Mendendam unggas liar di hutan, jalan yang tinggal jangan berliku.
Tilamku emas cadarnya intan, berbantal lengan tidurku.

Hias cempaka kenanga tepian, mekarnya kuntum nak idam kumbang.
Puas ku jaga si bunga impian, gugurnya sebelum berkembang

Hias cempaka kenanga tepian, mekarnya kuntum nak idam kumbang.
Puas ku jaga si bunga impian, gugurnya sebelum berkembang

Hendaklah hendak hendak ku rasa 
Puncaknya gunung hendak ditawan
Tidaklah tidak tidak ku daya
Tingginya tidak terlawan

Janganlah jangan jangan ku hiba
Derita hati jangan dikenang
Bukanlah bukan bukan ku pinta
Merajuk bukan berpanjangan

Akar beringin tidak berbatas, cuma bersilang paut di tepi.
Bidukku lilin layarnya kertas, seberang laut berapi

Gurindam lagu bergema takbir, tiung bernyanyi pohonan jati.
Bertanam tebu di pinggir bibir, rebung berduri di hati.

Laman memutih pawana menerpa, langit membiru awan bertali.
Bukan dirintih pada siapa, menunggu sinarkan kembali.

 

 

Lirik Lagu Cikini Gondangdia

Siapa yang takkenal lagu Cikini Gondangdia yang kini sedang viral. Lagu yang banyak mengandung unsur pantun ini diciptakan Yogi dan Jaya Shalwa yang dipopulerkan oleh Duo Anggrek. Penggunaan nama tempat juga cara mudah membuat pantun.

Berikut ini lirik lagunya. Perhatikan pula rima yang digunakan.

Cikini..

Cikini ke gondangdia
Ku jadi begini gara gara dia
Cikampek Tasikmalaya
Hatiku capek bila kau tak setia

Jakarta ke Jayapura
Jangan cinta kalau cuma pura pura
Madura sampai Papua
Jangan kau kira ku tak bisa mendua

Walau kau hanya tukang ojek
Paten dan taat seperti hujan becek
Walau kau hanya supir bajai
Hatiku senang tiap kali kau belai

Percuma kau jadi pilot
Makin tinggi cintamu makin melorot
Apalagi kau jadi nahkoda
Jarang pulang ku takut kepincut janda

Biarpun sederhana, asalkan kau setia
Akupun akan selalu cinta
Percuma banyak harta, diluar kau mendua
Jangan kira ku diam saja