Pantun dan Pembelajaran Kontekstual

Sahabat saya Titis Kartikawati saat ini menjadi kepala sekolah di Sanggau, Kalimantan Barat. Satu hal yang saya pelajari dari Titis bahwa pantun bisa menjadi bahan dalam pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan proses pendidikan yang menunjang siswa melihat makna dari yang mereka pelajari. Caranya dengan menghubungkan subyek yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari.

Contoh yang Titis sampaikan ialah menggunakan lingkungan sekitar untuk menjadi obyek pengamatan. Misalnya menggunakan dedaunan dari batang bambu untuk belajar berhitung. Obyek yang sama bisa digunakan untuk membahas ekosistem lingkungan. Dalam hal mengasah kemampuan berpantun dalam pelajaran Bahasa Indonesia, konteks ini juga dapat digunakan secara efektif. Perhatikan contoh yang ditunjukkan Titis, di mana lingkungan siswa yang berada di sekitar perkebunan karet.

Jalan-jalan ke kebun Parja,
jangan lupa ambil daun karet.
Kalau kita sedang bekerja,
janganlah kamu sampai ngaret

Bagaimana dengan siswa yang lingkungannya di pesisir? Yuk kita mulai bermain kata. Ambil contoh ada banyak tambak udang. Seperti halnya pantun tadi, obyek yang dimaksud disisipkan pada sampiran.

Jalan jauh ke tambak udang,
belum tahu arah pulangnya.
Banyak peluh saat berjuang,
tinggal tunggu saja hasilnya

Berikutnya kita coba dengan obyek rambutan di dalam pantun.

Ayam bekisar tampak mewah,
kandang dekat pohon rambutan.
Saat belajar berdarah-darah,
setelah hebat menjadi sultan.

Bagi siswa yang lebih familiar dengan kawasan industri, ada banyak pabrik, kita bisa juga bermain kata yang relevan.

Pesan gada untuk di pabrik,
Sampai baru di pekan depan.
Jika ada kawan yang sirik,
Tidak perlu ikut-ikutan

Kali ini kita coba obyek disisipkan pada isi, sebagai pesan utama yang akan disampaikan. Contoh yang kita ambil misalnya tentang sampah.

Kapur barus disimpan lama
Keringkan dulu tak boleh basah
Sampah harus diurus seksama
Pilah dulu lantas diolah

Semoga contoh-contoh ini dapat menjadi inspirasi bagi para pengajar lain yang ingin memanfaatkan pantun dalam pembelajaran kontekstual.

Sumber foto: FB Titis Kartikawati

Pantun Malam Minggu (2)

(1)

Beli cincau minum di tempat,
terasa nyaman saat dihidang.

Malam Minggu bak malam Jumat,
terasa seram saat menjelang.

(2)

Lewat tugu di simpang Jogja,
ada walet awas ditangkap.

Malam Minggu ini lewatkan saja,
lirik dompet isi tak lengkap.

(3)

Malam Minggu cari ronce,
ronce dapatnya di Pasar Boplo.

Hobi kamu mah minum STMJ,
semester tujuh masih jomblo.

Pantun untuk Motivasi Belajar

Di Kotanopan banyak perunggu,
segera bawalah ke Kualanamu.
Masa depan masih menunggu,
segera giatlah menimba ilmu.

Di jalanan ada begal,
tertangkap oleh pemilik Fiat.
Jika tidak ingin gagal,
belajar harus rajin dan giat.

Ada arang dari gaharu,
cendana sempat dibikin jadi galah.
Semua orang adalah guru,
dan semua tempat adalah sekolah.

Pukat dibawa nakhoda berlayar,
berbekal laksa tampak berfoya.
Di saat muda tekunlah belajar,
di saat dewasa akan berjaya.

Naik bendi kudanya berponi,
rodanya lekat tanpa suspensi.
Harus jadi anak yang berani,
tunjukkan bakat serta potensi.

Berjualan es krim di Simpang Maplam,
es krim buah ceri yang paling laku.
Sukses tiada datang dalam semalam,
upaya setiap hari yang kamu perlu.

Pesawat udara menuju Blambangan,
singgah merapat ke daerah Plaju.
Di saat makin berat tantangan,
artinya makin dekat dengan yang dituju.

Pantun sebagai Tradisi Lisan di Nusantara

Tradisi lisan merupakan budaya yang dihasilkan dalam bentuk pesan atau kesaksian yang disampaikan turun-temurun lintas generasi. Tradisi ini disampaikan melalui ucapan, mantra, pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau kidung atau lagu. Sebagai sumber pengetahuan, maka tradisi lisan harus dilestarikan sebagai sumber sejarah. Kemdikbudristek mencatat ada 4.521 tradisi lisan di nusantara, sebagian di antaranya terancam punah karena penutur tersisa sangat sedikit.

Pantun mempunyai tempat khusus dalam tradisi lisan. Penggunaan sampiran, isi dan rima cukup merata di kepulauan di Indonesia. Sebut saja tradisi syair di Aceh, Lego-Lego di Alor, Umpasa di Batak, beturai pantun di Banjar, parikan di Jawa, hingga Wala di Raja Ampat. Penggunaannya juga beragam, ada yang dilakukan dalam kidung atau nyanyian, tarian disertai nyanyi, saat meminang pengantin, bahkan untuk menangkap harimau seperti bailau di Sumatera Barat.

Belakangan pantun semakin digemari menjadi budaya populer di kota-kota, digunakan sebagai selingan (ice breaking) agar orang yang berkumpul tak bosan. Sementara di berbagai wilayah lain, berbalas pantun masih dilakukan juga sebagai tradisi lisan saat bekerja di ladang sebagai senda gurau pelepas lelah.

Buah ara, batang dibantun,
mari dibantun dengan parang.
Wahai saudara dengarlah pantun,
pantun tidak mengatai orang.

Pantun tentang Uang

Tema uang jadi perbincangan semua orang. Mulai dari urusan belanja, hutang piutang, penghasilan, sampai urusan investasi. Berikut ini beberapa contoh pantun bertema uang. Selamat menikmati.

Burung pipit di atas genteng,
diberi tali kulit kelapa.
Nih duit tinggal goceng,
buat beli dapatnya apa?

Burung pipit hinggap di rumah Aceng,
matanya merem bisa sambil jalan.
Abang bilang duit tinggal goceng?
Beli garam, awetnya bisa sebulan.

Jakarta sering kena banjir,
tak terkecuali daerah Kwitang.
Gayanya sih kaya orang tajir,
Rokok sebatang aja ngutang.

Si manis belanja benang,
Sayang wajahnya tampak sebal.
Senyum manis hati pun senang,
awal bulan dompet masih tebal.

Si Sawal, bannya lagi ditambal,
terus main gitar rokoknya lisong.
Awal bulan dompet masih tebal,
lewat seminggu juga pasti kosong.

Pagi buta nyari sarapan,
nemunya di daerah Tenabang.
Lihat bini tumben deket-deketan,
eh taunya bisikin, “Beras habis, Bang”