Cak Durasim dan Pantun Kritik Pada Penguasa

Biografi Cak Durasim

Gondo Durasim, atau yang lebih akrab disapa Cak Durasim oleh warga Surabaya, adalah seniman ludruk yang melegenda di Jawa Timur. Cak Durasim lahir di Jombang. Sebagai seniman yang penuh dengan semangat kebangsaan, dia dan kru seninya selalu menambahkan pesan soal persatuan bangsa dan nasionalisme yang bisa diterima semua orang pada masa penjajahan Belanda  dan Jepang. Bahkan, dia mendapatkan juga dari dr. Soetomo, pendiri Boedi Oetomo, karena Cak Durasim menjadi pionir yang menggunakan budaya rakyat bagi kepentingan nasionalisme.

Waktu itu, ludruk yang dikelola sama Cak Durasim benar-benar menjadi alat propaganda nasionalisme yang gampang dicerna oleh masyarakat dari berbagai latar belakang. Ini yang membikin pertunjukan ludrunya sering diawasi polisi Belanda. Bahkan, kadang-kadang dilarang tampil di beberapa kesempatan.

Saat periode Jepang di Indonesia, kesenian ludruk juga dimanfaatkan buat kampanye Asia Timur Raya yang makmur. Namun Cak Durasim justru bikin parikan atau pantun dilagukan yang legendaris:

Pegupon omahe doro, melok Nippon tambah soro (Pegupon rumah burung dara/merpati, ikut Nippon/Jepang tambah sengsara)”

Pantun ini bermakna sindiran, menceritakan zaman kolonial Belanda hidup rakyat susah, ternyata masa zaman Jepang makin menderita. Akhirnya dia ditangkap dan dimasukkan ke penjara Kalisosok yang punya reputasi kejam. Setelah itu, Cak Durasim akhirnya menghembuskan napas terakhir tahun 1944. Di sisi lain ada pula rumor Cak Durasim tidak mati di penjara, tapi malah dibunuh sama Jepang saat akan tampil di pertunjukan ludruk. Cak Durasim dikubur di area pemakaman umum Tembok, Surabaya.

Cak Durasim tidak hanya dianggap legenda di dunia ludruk di Jawa Timur, dia juga jadi sumber inspirasi buat seniman ludruk lain sampai sekarang. Kesenian ludruk tetap diteruskan dengan penuh nilai-nilai moral dan kritik buat para penguasa. Nama Cak Durasim juga diabadikan jadi nama gedung pertunjukan, yaitu Gedung Budaya Cak Durasim yang ada di Taman Budaya Jawa Timur di Surabaya. Patung setengah badan Cak Durasim dipajang di depan gedung pertunjukan itu.

Sumber foto: kapito.id