‘Ba-ilau’, Tradisi Lisan Minangkabau

Ba-ilau merupakan salah satu tradisi lisan Minangkabau dalam bentuk puisi, dan ditampilkan dengan cara bernyanyi. Lebih banyak dikenal di wilayah Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Ba-ilau dinyanyikan dinyanyikan dengan irama tertentu, secara meratap dan berhubungan dengan upacara. Temanya bersifat duniawi, untuk membedakan dengan salawat dulang yang bertema agama. Teks puisi dalam bailau disebut sebagai sisomba, seperti halnya dendang pauah dan batintin.

Fungsi ba-ilau ialah untuk upacara, yaitu menangkap harimau, penobatan datuk, mencari anak hilang, meratapi orang meninggal, dan memanggil orang yang telah lama tak kembali dari rantau. Ciri khas lain ialah dilagukan oleh perempuan, membedakan dengan tradisi lisan lain yang biasanya laki-laki. Sisomba ba-ilau memiliki dua larik sampiran dan dua larik isi.

Perhatikan contoh sisomba ba-ilau ini.

Sajak pasie dilamun pasang,
gilo lah ka Pulau Punjuang sajo.

Sajak layie taruih lah gadang,
gilo lah dimabuak darito sajo.

Sejak pasir dilamun pasang,
selalu ke Pulau Punjung saja.

Sejak lahir terus besar,
selalu dimabuk derita saja.

Perhatikan sisomba ba-ilau berikut yang untuk memanggil harimau dapat masuk ‘pinjaro’ atau dikurung.

Eii, eii, duduak bajuntai ateh munggu
bajuntai lalu ka muaro.

Duah.. aduahai, aduah..

Eii, eii, angku dukun lapeh parindu,
nak masuak rimau ka pinjaro.

Duah.. aduahai, aduah..

Eii, eii, duduk berjuntai bajuntai di atas munggu (bukit kecil)
berjuntai lalu ke muara.

Duah.. aduahai, aduah..

Eii, eii, tuanku dukun lepas perindu,
hendak masuk harimau ke penjara.

Duah.. aduahai, aduah..